Pages

Friday, May 1, 2015

Materi 14 : Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri

14.3 Utang Luar Negeri

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari parakreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.


Materi 14 : Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri

14.2 Arus Modal Masuk

Arus Modal Masuk adalah net capital inflow yaitu perpindahan modal investasi dari luar negeri ke dalam negeri.

14.2.1 Arus Modal Masuk Sepanjang Tahun 2014

Bank Indonesia mencatat arus modal masuk (capital inflow) sejak awal tahun hingga pertengahan November 2014 mencapai Rp177,75 triliun, jauh lebih besar dibandingkan keseluruhan 2013 sebesar Rp35,9 triliun. 

Gubernur BI Agus Martowardojo, menyatakan bahwa Capital inflow kali ini adalah yang terbesar dalam sejarah masuknya arus modal ke Indonesia. Kebijakan berorientasi stabilitas, telah mempertebal keyakinan investor tentang kualitas kebijakan makro ekonomi Indonesia. Selain itu, persepsi risiko terhadap Indonesia di pasar keuangan dunia pun terus membaik, seperti ditunjukkan oleh Credit Default Swap yang menurun drastis, dari 303 basis poin pada Agustus 2013 menjadi 142 basis poin pada pertengahan November 2014. Tingginya arus modal masuk tersebut juga didorong oleh adanya penurunan defisit neraca transaksi berjalan. 

Pada Kuartal III 2014, defisit transaksi berjalan menjadi 6,84 miliar dolar AS atau sebesar 3,07 persen dari produk domestik bruto (PDB), menurun jika dibandingkan dengan defisit pada Kuartal II 2014 ini yang sebesar 8,69 miliar dolar AS atau 4,07 persen dari PDB. Diperkirakan defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun 2014 akan mencapai 3 persen dari PDB. Perbaikan neraca transaksi berjalan tersebut juga didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas, terutama ekspor manufaktur yang membaik.



Materi 14 : Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri

14.1 Neraca Pembayaran

14.1.1 Definisi Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu Negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.

14.1.2 Transaksi Dalam Neraca Pembayaran

  1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
  2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.

14.1.3 Tujuan Neraca Pembayaran

Penyusunan neraca pembayaran mempunyai beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut:
  • Sebagai bahan keterangan kepada pemerintah mengenai posisi internasional negara yang bersangkutan.
  • Sebagai bahan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dibidang pilitik perdagangan dari urusan pembayarannya.
  • Sebagai bahan untuk membantu pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang politik moneter dan fiskal.

14.1.4 Fungsi Sementara Neraca Pembayaran 

  • Sebagai suatu alat pembukuan dan alat pembayaran luar negeri agar pemerintah dapat mengambil keputusan, apakah negara dapat melanjutkan masuknya barang-barang luar negeri dan dapat menyelesaikan pembayaran tepat pada waktunya.
  • Sebagai suatu alat untuk menjelaskan pengaruh dan trnsaksi luar negeri terhadap pendapatan nasional.
  • Sebagai suatu alat untuk mengukur keadaan perekonomian dalam hubungan internasional dari suatu negara.
  • Sebagai suatu alat kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh suatu negara.

14.1.5 Komponen Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran dibagi kedalam empat komponen sebagai berikut
  • Neraca perdagangan/Neraca Barang.
Neraca perdagangan yaitu selisih nilai ekspor dan impor barang. Neraca perdagangan termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount. Neraca perdagangan Indonesia umumnya mengalami surplus, artinya nilai ekspor melebihi nilai impor.

  • Neraca Jasa-jasa
Neraca jasa-jasa yaitu selisih antara ekspor jasa dan impor jasa. Neraca jasa termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount Neraca jasa Indonesia selalu mengalami defisit dan defisitnya lebih besar dari surplus pada neraca perdagangan.

  • Neraca Modal
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.

  • Neraca Emas
Neraca Emas atau Gold Account adalah transaksi emas ebagai alat bayar atas uang, sedangkan transaksi non monetary gold termasuk ke dalam kategori current account karena diperlukan sebagai barang komoditas biasa.



Sumber:

Materi 13 : Perdagangan Luar Negeri

13.3 Tingkat Daya Saing

13.3.1 Daya Saing Indonesia dalam Perdagangan Internasional

Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMDWorld Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia dalam beberapa tahun semakin menurun. IMDWorld Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.

Faktor dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook terbagi menjadi 4 kategori yaitu; kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.

Materi 13 : Perdagangan Luar Negeri

13.2 Perkembangan Ekspor Indonesia

Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.


Materi 13 : Perdagangan Luar Negeri

13.1 Teori Perdagangan Internasional

13.1.1 Teori Klasik 

Teori-teori klasik disusun berdasarkan adanya anggapan jika; hanya ada dua negara, 2 barang, keadaan full employment, persaingan sempurna, mobilitas dalam negara tinggi dari faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan kapital) tetapi immobil secara internasional.

  • Absolute advantage—Adam Smith 

Teori ini mendasarkan pada variabel riil bukan moneter sehingga dikenal dengan nama teori murni perdagangan internasional. Dikatakan murni karena memusatkan perhatiannya pada variabel riil, misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. 

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

  • Comparative advantage—John Stuart Mill 

Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu mengekspor suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang besar. Dalam teori ini nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang tersebut

Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

  • Comparative Cost—David Ricardo 

Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

Production Comperative Advantage ( Labor produktifity)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif.

13.1.2 Teori Modern

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
  • Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
  • Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.


Sumber:

Materi 12 : Usaha Kecil dan Menengah

12.5 Prospek UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia

Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain juga menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma sebagai ancaman.bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi, dan keuangan antar Negara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi disuatu wilayah akibat pengaruh langsung dari ketidakstabilan ekonomi diwilayah lain.



Sumber:
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/03/12/peranan-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi-di-indonesia/
http://www.umm.ac.id/id/detail-321-peran-ukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa-opini-umm.html
http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
https://anisa26.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah/

Materi 12 : Usaha Kecil dan Menengah

12.4 Ekspor

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya.

UKM di Indonesia sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuham X, khususnya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi X-nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam usaha besar (UB) maupun luar negeri.

12.4.1 Jenis-Jenis Ekspor

  • Ekspor Langsung

Ekspor langsung adalah cara mejual barang atau jasa melalui perantara yang bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan. Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta proteksionisme.

  • Ekspor Tidak Langsung

Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Dengan menggunakan cara ini, eksporter memiliki kesempatan untuk.. Melalui, perusahaan manajemen ekspor (export management comapanies) dan perusahaan pengekspor (export trading companies). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang.


12.4.2 Tahap-Tahap Ekspor

Dalam perencanaan ekspor, perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut 4 langkah persiapannya:
  1. Identifikasi pasar yang potensial
  2. Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan, SWOT analisis
  3. Melakukan Pertemuan, dengan eksportir,agen,dll
  4. Alokasi sumber daya

Sumber:
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/03/12/peranan-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi-di-indonesia/
http://www.umm.ac.id/id/detail-321-peran-ukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa-opini-umm.html
http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
https://anisa26.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah/

Materi 12 : Usaha Kecil dan Menengah

12.3 Nilai Output dan Nilai tambah

12.3.1  Nilai Output 

Nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang terdiri dari:
  • Barang yang dihasilkan dari proses produksi 
  • Tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri oleh perusahaan dan sebagiannya dijual kepada pihak lain. 
  • Jasa industri yang diterima dari pihak lain
  • Selisih nilai stok barang setengah jadi; selisih nilai stok barang setengah jadi akhir tahun dikurangi dengan stok awal tahun. 
  • Penerimaan lain dari jasa non industri; komposisi nilai output adalah persentase dari masing-masing komponen nilai output terhadap nilai output. 

12.3.2  Nilai tambah

Nilai yang didapat dari besarnya output dikurangi besarnya nilai input (biaya antara). 

Metode Penghitungan: 

                NTB = Output-Input



Sumber:
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/03/12/peranan-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi-di-indonesia/
http://www.umm.ac.id/id/detail-321-peran-ukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa-opini-umm.html
http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
https://anisa26.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah/

Materi 12 : Usaha Kecil dan Menengah

12.2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM

Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Pada tahun 2005 jumlah unit UKM sebanyak 47,1 juta unit dengan proporsi 99,9 persen dari total unit usaha yang ada di Indonesia dan pada tahun 2006 jumlah UKM meningkat menjadi sebanyak 48,9 juta unit. Seiring dengan peningkatan jumlah usaha UKM, maka turut meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap. Pada tahun 2005, jumlah tenaga kerja yang diserap UKM sebanyak 83,2 juta jiwa kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi sebanyak 85,4 juta jiwa. UKM menyerap 96,18 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia (BPS, 2007). 

Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit. Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor ril serta menunjukan bahwa UKM berpotensi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian.



Sumber:
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/03/12/peranan-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi-di-indonesia/
http://www.umm.ac.id/id/detail-321-peran-ukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa-opini-umm.html
http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
https://anisa26.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah/

Materi 12 : Usaha Kecil dan Menengah

12.1 Definisi Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”



Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/03/12/peranan-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi-di-indonesia/
http://www.umm.ac.id/id/detail-321-peran-ukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa-opini-umm.html
http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
https://anisa26.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah/

Materi 11 : Industrialisasi di Indonesia

10.5 Strategi Pembangunan Sektor Industri

Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
  1. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
  2. Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri;
  3. Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
  4. Mendukung perkembangan sector infrastruktur;
  5. Meningkatkan kemampuan teknologi;
  6. Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
  7. Meningkatkan penyebaran industri. 
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industrimanufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi.perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif.

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional. 

Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu. 

Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.


Materi 11 : Industrialisasi di Indonesia

11.4 Permasalahan Industrialisasi

Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi.

Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.

Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.

Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community.
Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.


Materi 11 : Industrialisasi di Indonesia

11.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional

Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur disetiap Negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri Negara itu secara nasional, sejak krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang memuaskan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering merosot perkembangannya dibandingkan dengan grafik peningkatannya.

Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006, oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai Negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan.dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah bersama beberapa Negara asia seperti Vietnam, riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia dipasar global,menempatkan pada posisi terendah.

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).

Materi 11 : Industrialisasi di Indonesia

11.2 Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi

  1. Kemampuan teknologi dan inovasi.
  2. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
  3. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri, Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
  4. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
  5. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
  6. Keberadaan SDA(sumber daya alam)
  7. Kebijakan atau strategi pemerintah

Materi 11 : Industrialisasi di Indonesia

11.1 Konsep dan Tujuan Industrialisasi

Industri adalah bidang matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.

Industrialisasi adalah suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit dan kekayaan alam melimpah seperti Kuwait dan libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.

Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
  1. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
  2. Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
  3. Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
  4. Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
  5. Meningkatkan kemampuan teknologi.
  6. Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
  7. Meningkatkan penyebaran industri.

Sumber :

Materi 10 : Sektor Pertanian

10.4 Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian bertambah walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur berkurang. Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian. 

Alasan sector pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:

Sektor pertanian yang kuat
  • pangan terjamin 
  • tidak ada kelaparan
  • kondisi sospol stabil

Sudut Permintaan
  • Sektor pertanian kuat
  • pendapatan riil perkapita naik
  • permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input sektor pertanian

Sudut Penawaran
  • permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.

Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan. Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.



Materi 10 : Sektor Pertanian

10.3 Investasi di Sektor Pertanian

Faktor yang mendasari Investasi di sector pertanian:
  • Laju pertumbuhan output
  • Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
  • Investasi Langsung; membeli sebuah mesin
  • Investasi tidak Langsung, melakukan penelitian dan pengembangan
Hasil penelitian:
  • Supranto (1998), laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.

Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
2.735
4.545
7.128
15.284
Manufaktur
24.032
31.922
43.342
59.218

  • Simatupang (1995), kredit perbankan lebih banyak megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.

Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
7.846
8.956
9.841
11.010
Manufaktur
11.346
13.004
15.324
15.102

Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %, sehingga tidak menarik.


Materi 10 : Sektor Pertanian

10.2.2 Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani adalah selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar). Semakin tinggi NTP semakin baik.

NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
  • Inflasi setiap wilayah
  • Sistem distribusi input pertanian
  • Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
  • D>S maka harga naik; D<S maka harga turun.

Materi 10 : Sektor Pertanian

10.1 Sektor Pertanian di Indonesia

Selama periode 1995-1997, PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan dan perikanan) menurun dan sektor lain seperti menufaktur meningkat.
  • Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian
  • 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.

Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
  • Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
  • Lahan garapan petani semakin kecil
  • Kualitas SDM yang rendah
  • Penggunaan Teknologi rendah
Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme dam pesimisme Negara LDC’s:
  1. Optimis, Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff dan non tariff
  2. Pesimis, Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yang berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s
Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar dan belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, sehingga produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
  1. Negara dengan pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
  2. Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
  3. Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun dan volumenya dikurangi 12%.
  4. Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin


Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
  • Skertariat GATT (Sazanami, 1995)
Perjanjian tersebut berdampak ditambah peningkatan pendapatan per tahun—Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar 

  • Goldin, dkk (1993)—Sampai tahun 2002
sesudah terjadi penurunan tariff & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun

  • Satriawan (1997)
Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN

  • Feridhanusetyawan, dkk (2000)

Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
  1. Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s
  2. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s
  3. Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian
Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia terhadap produksi padi dan non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTA, Indonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEAN dan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.



Sumber: 

Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.6 Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

8/9.6.1 Teori Pembanguan Ekonomi Daerah

  • Teori Basis Ekonomi

Menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan bahan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.

  • Teori Lokasi

Digunakan untuk penentuan atau mengembangkan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran ini didasarkan pada sifat yang rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mugkin.

Teori Daya Tarik Industri

Faktor-faktor daya tarik menurut Kotler dkk. (1997) antara lain:
  1. NT tinggi per pekerja (produktivitas)
  2. Industri-industri kaitan
  3. Daya saing dimasa depan
  4. Spesialisasi industri
  5. Potensi X
  6. Prospek bagi permintaan domestic
Faktor-faktor penyumbang pada tarik menurut Kotler dkk. (1997) antara lain:
  1. Faktor-faktor pasar
  2. Faktor-faktor persaingan
  3. Faktor-faktor keuangan dan ekonomi
  4. Faktor-faktor T


8/9.6.2 Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

  • Analisis SS
Pendekatan analisis ini dapat dianalisis kinerja perkonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional ).
  • Location Quotients (LQ)
LQ adalah suatu teknik yang di gunakan untuk memperluas metode analisis SS yaitu untuk mengukur kosentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan perannanya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan ekonomi/sektor yang sama pada tingkat nasional.

Rumus menghitung LQ sebagai berikut:

LQ = vi / vt
         Vi / Vt

  • Angka Pengganda Pendapatan
Umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut:

K = _____1________
       1- (MPC1-PSY )

  • Analisis Input-Output (I-O)
Merupakan salah satu metode analisis yang sering di guanakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami komplektisitas perekonomian daerah tersebut serta kondisi yang di perlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AD dengan AS.

  • Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Inti dari model pertumbuhan ini adalah suatu relasi jangka pendek antara peningkatan I dengan pertumbuhan ekonomi.



Sumber:



Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.5 Pembangunan Indonesia Bagian Timur

Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional. Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.

Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.

Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan. Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya. Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.

Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.

Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.

Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.

Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.

Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.

Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya

Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.

Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.

Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.

Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.

Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.

Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.

Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.

Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.

Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.

Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.

Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.


Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.4 Factor-faktor Penyebab Ketimpangan

Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.3 Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan Ekonomi daerah adalah suatu proses dimana daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintahan daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal.

8/9. 3.1 Pola Pembangunan Daerah

Bagi Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pada umumnya merupakan daerah pertanian, maka cara pembangunan yang terbaik adalah dengan mengembangkan sector pertanian dengan alasan:

Sebagian besarpenduduk bermata pencaharian sebagai petani dan merupakan daerah yang paling miskin serta memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Jika kemiskinan di daerah pertanian dibiarkan, akan menyebabkan arus urbanisasi yang cukup tinggi dan akan menyebabkan tingginya angka pengangguran di kota-kota besar dan berbagai masalah yang ditimbukan. Jika dilakukan perkembangan di sector industry maka perkembangan di sector ini tidak dapat bahkan kurang mampu untuk menyerap tambahan tenanga kerja tiap tahunnya. Sector pertanian perlu dibangun agar menghasilkan pertambahan pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Disamping itu pengembangan pada sector lain tidak diabaikan juga sebab sector pertanian dan sector lain juga selalu berkesinambungan dan saling mendukung . namun permasalahannya adalah kuranganya sumber daya manusia atau tenaga kerja yang terampil dan terlatih agar dapat mengadopsi cara-cara baru yang hendak dilaksanakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

8/9.3.2 Factor Yang Mempengaruhi Pembangunan Regional 

  • Factor hidrografi, sebagai penunjang secara langsung dalam kehidupan, menjamin pertanian, pembangkit tenaga, dan prasarana serta sarana komunikasi transportasi.
  • Factor topografi, dalam hal tinggi rendahnya permukaan bumi setempat yang memberi landasan terhadap pembangunan yang akan dikembangkan di region yang bersangkutan.
  • Factor klimatologi, merupakan factor dominan yang berpengaruh teerhadap gerak langkah manusia termasuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan regional dan nasional.
  • Factor flora dan fauna merupakan sumber daya hayati, contohnya tumbuh-tumbuhan, hutan, hewan, di darat maupun di perairan yang menunjang pengembangan dan pembangunan region tersebut.
  • Factor kemungkinan pengembangan, merupakan factor yang wajib diperhitungkan bagi masa depan mengingat pertumbuhan dan perkembangan penduduk dengan segala kebutuhannya yang tidak kunjung akan berhenti. Factor ini menunjang stabilitas kehidupan dengan pengembangan dan pembangunannya pada masa yang akan datang.

8/9.3.3 Pelaksanaan Pembangunan Regional

Dalam pelaksanaan pembangunan regional, diperlukan perencanaan yang tepat agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu :
  • Dimensi substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materinya harus sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat.
  • Dimensi proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan yang dilaksanakan memenuhi criteria scientific dan demokrasi dalam pengambilan keputusan.
  • Dimensi konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh niat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan tertentu.


Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

8/9.2 Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan

8/9.2.1 Perubahan Penerimaan Daerah

Perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD. 

  • Perubahan atas pendapatan

PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:

Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.

Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.

Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.

Perubahan atas alokasi anggaran belanja merupakan bagian terpenting dalam perubahan, khususnya pada kelompok belanja langsung. Beberapa bentuk perubahan alokasi untuk belanja modal berrdasarkan penyebabnya adalah:

Perubahan karena adanya varian SiLPA. Perubahan harus dilakukan apabila prediksi atas SiLPA tidak akurat, yang bersumber dari adanya perbedaan antara SILPA 201a definitif setelah diaudit oleh BPK dengan SiLPA 201b.

Perubahan karena adanya pergeseran anggaran (virement). Pergeseran anggaran dapat terjadi dalam satu SKPD, meskipun total alokasi untuk SKPD yang bersangkutan tidak berubah.

Perubahan karena adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan. Perubahan target atas pendapatan asli daerah (PAD) dapat berpengaruh terhadap alokasi belanja perubahan pada tahun yang sama. Dari perspektif agency theory, pada saat penyusunan APBD murni, eksekutif (dan mungkin juga dengan sepengetahuan dan/atau persetujuan legislatif) target PAD ditetapkan di bawah potensi, lalu dilakukan “adjustment” pada saat dilakukan perubahan APBD.

Perubahan dalam pembiayaan terjadi ketika asumsi yang ditetapkan pada saat penyusunan APBD harus direvisi. Ketika besaran realisasi surplus/defisi dalam APBD berjalan berbeda dengan anggaran ayng ditetapkan sejak awal tahun anggaran, maka diperlukan penyesuaian dalam anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya untuk mengkoreksi penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA).

SiLPA tahun berjalan merupakan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan) tahun lalu. Oleh karena itu, SiLPA merupakan penerimaan pada awal tahun berjalan. Namun, besaran yang diakui pada saat penyusunan APBD masih bersifat taksiran, belum definitif, karena (a) pada akhir tahun lalu tersebut belum seluruh pertanggungjawaban disampaikan oleh SKPD ke BUD dan (b) BPK RI belum menyatakan bahwa jumlah SiLPA sudah sesuai dengan yang sesungguhnya.

Selisih (variance) antara SiLPA dalam APBD tahun berjalan dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun sebelumnya merupakan angka yang menjadi salah satu bahan untuk perubahan anggaran dalam tahun berjalan, terutama dalam bentuk penyesuaian untuk belanja. Jika diterapkan konsep anggaran berimbang (penerimaan sama dengan pengeluaran atau SILPA bernilai nol atau nihil), maka varian SiLPA akan menyebabkan perubahan alokasi belanja.


8/9.2.2 Peranan Pendapatan Asli Daerah

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuh ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari – harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. (Abimanyu, 2005)

Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dalam penelitian Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Dalam penerapan desentralisasi, pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD. Penelitan yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) menunjukkan adanya pengaruh yang kuat belanja daerah terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.

 

Template by BloggerCandy.com | Header Image by Freepik